Sabtu, 26 Juli 2014

Ilmu Kesehatan Lingkungan

Usap alat pada makanan dan minuman

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Dalam penyehatan makanan dan minuman, kebersihan alat makan merupakan bagian yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas makanan dan minuman. Alat makan yang tidak dicuci dengan bersih dapat menyebabkan organisme atau bibit penyakit yang tertinggal akan berkembang biak dan mencemari makanan yang akan diletakkan di atasnya.
Angka kuman dan adanya bakteri coli pada permukaan alat makan yang telah dicuci dapat diketahui dengan melakukan uji dengan cara usap alat makan pada permukaan alat makan.
Uji sanitasi alat makan atau alat masak perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kebersihan alat tersebut. Sehingga melalui uji sanitasi alat tersebut, petugas inspeksi dari dinas kesehatan dapat menetapkan apakan alat makan tersebut sudah layak digunakan atau belum.

b. Landasan Teori
Semua alat makan yang mempunyai peluang bersentuhan dengan makanan harus selalu dijaga dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa makanan yang tertinggal pada bagian-bagian alat makan tersebut. Apabila hal tersebut dibiarkan, akan memberi kesempatan kuman yang tidak dikehendaki untuk berkembang biak dan membusukkan makanan. (Winarno, 1993)
Menurut ketentuan Direktur Jenderal PPM & PLP, inspeksi atau uji sanitasi alat makan atau alat masak perlu dilakukan pada tempat – tempat pengolahan makanan dan sampel sebaiknya diambil dari lima jenis alat makan atau alat masak yang ada, yaitu :
1. sendok
2. gelas
3. piring
4. mangkok
5. panci, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan uji sanitasi alat makan atau alat masak hendaknya memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Untuk cangkir atau gelas uji usap dilakukan pada permukaan luar dan dalam bagian bibir yang terkena atau biasanya bersinggungan langsung dengan konsumen.
2. Pada permukaan bagian luar dan dalam cekungan sendok atau garpu.
3. Untuk piring, uji usap dilakukan pada permukaan dalam tempat makan. Biasanya luas piring dibagi menjadi empat bagian dan pengusapan diakukan dengan mengusap dua juring yang saling berhadapan.
4. Setiap satu alat makan menggunakan satu swab.

Alat makan yang kurang bersih dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit. Penyakit tersebut dapat berupa infeksi saluran pernafasan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar alat makan yang akan dipakai harus memenuhi syarat kesehatan. (Surasri, 1989)

BAB II
PELAKSANAAN

a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum usap alat makan adalah sebagai berikut :
1. Lidi berkapas / swab
2. Bunsen
3. Termos
4. Sampel alat makan yaitu sendok
5. Cawan Petri steril
6. Pipet ukur 5 ml steril
7. Kapas, karet, label, korek api, kertas payung

b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum usap alat makan adalah sebagai berikut :
1. Media NA steril
2. Media transport yang berupa larutan buffer fosfat 5 ml dalam tabung reaksi
3. Alkohol

c. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum usap alat makan adalah sebagai berikut :
1. Alat dan bahan yang ingin dipakai disiapkan.
2. Alat makan atau masak yang diperiksa masing-masing diambil 4-5 buah secara acak.
3. Swab steril diambil kemudian tutup tabung dibuka dan swab dimasukkan ke dalam media transport.
4. Swab dikeringkan dengan cara ditekan ke dinding tabung agar tidak terlalu basah (sampai tidak menetes lagi).
5. Swab diusapkan pada alat makan yang akan diperiksa yaitu sendok dengan mengusap permukaandalam tempat makanan diletakkan.
6. Setelah disapukan segera dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport dan dikocok, pekerjaan diulangi sampai 3 kali.
7. Tangkai swab yang terpegang dipatahkan dan tabung dikocok.
8. Piaraan tuangan dibuat dengan mengambil suspensi masing-masing 1 ml dan 0,1 ml dan diinkubasikan dalam suhu 350C selama 2 x 24 jam dan koloni yang tumbuh dihitung pada media untuk tiap-tiap cm2.
9. Rumus :

Keterangan :
p = luas yang diusap
q = seluruh luas alat makan atau minum

d. Tujuan
Praktikum usap alat makan bertujuan untuk mengetahui jumlah jasad renik pada alat makan.

BAB III
HASIL PEMERIKSAAN

Dari hasil praktikum usap alat makan, setelah pemeriksaan selama 2 x 24 jam memperoleh hasil sebagai berikut :
Jumlah koloni pada suspensi 0,1 ml : 10 koloni → pengenceran 10 kali
Jumlah koloni pada suspensi 1 ml : 50 koloni.
Volume media transport : 5 ml.
p (luas yang diusap) : ½ π r2
q (luas alat makan/minum) : π r2

Untuk perhitungannya adalah sebagi berikut :
Jumlah koloni = (10 x 10) + 50 x ½ x 5 = 187,5 koloni /cm2
2
Jadi, jumlah koloni yang ada pada sampel alat makan yang diperiksa yaitu pada sendok adalah sebanyak 187,5 koloni per cm2 → melebihi nilai ambang batas yaitu 100 koloni per cm2 (belum memenuhi syarat standart kesehatan pada alat makan).






BAB IV
PEMBAHASAN

Peralatan makan yang higienis penting untuk mencegah pencemaran dan menjaga keamanan makanan. Semua peralatan yang kontak dengan makan harus halus, bebas dari bopeng, retak dan bersisik, tidak beracun, tidak berpengaruh terhadap terhadap produk makanan dan mampu menahan gosokan berulang pada waktu pencucian.
Peralatan harus dirancang dan dibuat untuk menjaga higiene dan mencegah bahaya kimia dan memudahkan dalam pembersihannya. Untuk mencegah kontaminasi kepada pada makanan, maka semua peralatan harus dibersihkan secara rutin seperlunya dan dilakukan desinfeksi bila diperlukan.
Menurut Depkes RI (1988), seperti dikutip dalam skripsi Patoni (1995), alat makan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat bahan alat makan. Alat makan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh terbuat dari bahan-bahan yang mengandung racun.
2. Syarat konstruksi alat makan. Alat makan harus utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan.
3. Syarat kebersihan. syarat kebersihan alat makan ada 2, yaitu :
a. Angka Escherichia coli harus negatif.
b. Jumlah kuman maksimum 100 koloni /cm2 permukaaan alat makan.

Penentuan banyaknya kuman dalam suatu peralatan, dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana peralatan itu tercemar untuk kuman. Dengan mengetahui jumlah kuman pada suatu peralatan, maka kualitas peralatan dapat diketahui. Peralatan masih dapat dikatakan memenuhi syarat kebersihan, apabila kuman yang terdapat pada peralatan tersebut masih di bawah standart yang ditentukan oleh suatu lembaga.
Jumlah kuman pada suatu peralatan dapat dihitung dengan berbagai cara, tetapi secara garis besar jumlah kuman dapat dihitung dengan 2 cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Perhitungan secara langsung dapat diketahui berapa jumlah kuman pada saat dilakukan perhitungan, dan jumlah kuman yang dihitung adalah seluruh jumlah kuman baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sedangkan perhitungan secara tidak langsung yaitu untuk megetahui jumlah kuman yang masih hidup, dan perhitungan dilakukan setelah ada perlakuan terlebih dahulu terhadap sampel. Salah satu cara perhitungan secara tidak langsung adalah Total Plate Count (TPC).
Cara TPC ini mempunyai kelemahan yaitu beberapa sel kuman yang tumbuh berdekatan hanya terhitung satu sel, padahal kemungkinan merupakan kumpulan sel atau koloni yang berasal dari beberapa sel. Untuk mengurangi adanya kesalahan dalam menentukan jumlah kuman yaitu digunakan aturan yang disebut Standart Plate Count (SPC). Dalam SPC menurut aturan-aturan antara lain untuk memilih cawan petri pada masing-masing pengenceran yang menunjukkan pertumbuhan koloni antara 30-300 koloni. Standart maksimum yang digunakan alat makan adalah 100 koloni / cm2. jika lebih dari 100, maka melebihi ambang batas dan tidak memenuhi syarat.
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan sampel jumlah kuman pada sendok dilakukan dengan cara sapuan atau swab, dengan satu kali usapan. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada alat makan sendok dengan menggunakan metode usap/swab ini, maka didapatkan dari hasil perhitungan jumlah koloni per cm2 yaitu sebanyak 187,5 koloni per cm2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alat makan tersebut tidak memenuhi persyaratan standart kesehatan mengenai sanitasi alat makan. Hal ini dikarenakan jumlah koloni yang didapatkan pada sampel (sendok) sudah melebihi niai ambang batas yaitu 100 koloni per cm2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kuman pada alat makan, yaitu :
1. Bahan pencuci,
2. Kualitas air pencuci,
3. Cara pencucian,
4. Adanya sumber pencemaran kuman dan arah angin,
5. Kondisi ruang penyimpanan, debu di udara dan kelembaban ruangan,
6. Adanya sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruang penirisan/ penyimpanan,
7. Kondisi rak penyimpanan.
(Saksono, 1986)






BAB V
PENUTUP

1. Dari hasil praktikum, dapat diketahui bahwa pencucian alat makan pada sampel (sendok) masih belum memenuhi standar karena masih dijumpai koloni kuman sebanyak 187,5 koloni /cm2. Angka tersebut sudah terlalu besar dan peralatan tersebut belum layak untuk digunakan dalam penyajian makanan bagi konsumen.
2. Angka koloni tersebut dapat diminimalisir dengan mengadakan pencucian ulang dengan menggunakan detergen ditambah dengan jeruk nipis dan abu gosok, dimana pada suatu penelitian mahasiswa telah membuktikan bahwa penggunaan abu gosok dan jeruk nipis efektif mengurangi jumlah koloni kuman sehingga alat makan akan lebih bersih dan layak untuk digunakan.







DAFTAR PUSTAKA

Patoni. 1995. Skripsi Pengaruh Jumlah Piring dalam Perendaman dengan Kaporit 100 ppm Selama Dua Menit pada Bak Pencucian Volume 20 Liter Terhadap Jumlah Kuman di RSU Banyumas Tahun 1995. Tidak Dipublikasikan, Purwokerto.

Saksono, Lukman. 1986. Pengantar Sanitasi Makanan. Penerbit Alumni, Bandung.

Surasri, Siti. 1989. Prinsip Sanitasi Makanan. Pusdiknakes RI, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar