Sabtu, 26 Juli 2014

Pemeriksaan Borak

Pemeriksaan Borak

Peralatan :
1. Waterbath
2. Kompor
3. Pemijar (Movel Furnace)
4. Cawan Porselin
5. Mortar dan penggerus
6. Pipet ukur
7. Rak Tabung Reaksi
8. Tabung Reaksi
9. Corong
10. Sendok
11. Pengaduk kaca
12. Timbangan

Bahan :
1. Kertas Saring
2. Kertas Curcuma
3. HCl 10%
4. Lakmus merah dan lakmus biru
5. Air kapur jenuh
6. Amoniak
7. Sampel makanan

Cara Kerja :
1. Bahan makanan atau minuman kurang lebih 20 gram (sebelumnya dihaluskan dulu) masukkan kedalam cawan porselin.
2. Tambahkan larutan kapur jenuh sampai basa (lakmus merah menjadi biru).
3. Isatkan dalam waterbath.
4. Panaskan di atas kompor.
5. Pijarkan sampai menjadi abu, kemudian kerjakan sebagai berikut :
a. Sebagian abu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan HCl 10% sampai menjadi asam, saring dengan kertas saring, celupkan kertas curcuma ke dalam air hasil saringan, jika kertas curcuma memerah kembali dengan asam tambahkan amoniak menjadi hijau biru tua maka dinyatakan adanya asam borat dan boraks.
b. Sebagian abu yang masih berada di dalam cawan ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat, aduk sampai homogen hingga larutan menjadi asam (lakmus biru menjadi merah), tambahkan 10 ml Methanol kemudian nyalakan. Jika nyala api berwarna hijau maka dinyatakan adanya asam borat dan boraks

Pemeriksaan Bakteri Coliform (MPN)

Pemeriksaan Bakteri Coliform (MPN)

Peralatan
1. Botol sampel steril
2. Pipet ukur 10 ml dan 1 ml steril
3. Pipet filler
4. Pembakar bunsen
5. Inkubator
6. Tabung reaksi
7. Tabung durham
8. Rak tabung reaksi
9. Timbangan
10. Mortar dan penggerus

Bahan :
1. Sampel makanan dan minuman
2. Media Lactosa Broth (LB)
3. Media Brillian Green Bile Lactose Broth (BGLB)
4. Alkohol
5. Kapas
6. Karet
7. Label
8. Kertas payung
9. Kertas aluminium foil
10. Korek api

Cara Kerja :
Uji Duga
1. Aseptiskan tangan, alat dan tempat kerja.
2. Bila sampel padat lakukan pengenceran. Timbang sampel sebanyak 10 gram masukkan ke dalam air pengencer 90 ml, sebagai pengenceran 10-1.
3. Ambil sampel masing-masing 10 ml masukkan ke dalam kelompok tabung 1/LBDS (double strenght lactose broth/laktosa cair konsentrasi 2 x lipat).
4. Ambil sampel masing-masing 1 ml masukkan ke dalam kelompok tabung 2/LBSS (single strength lactose broth/laktosa cair konsentrasi normal).
5. Ambil sampel masing-masing 0,1 ml masukkan ke dalam kelompok tabung 3/LBSS (single strength lactose broth/laktosa cair konsentrasi normal).
6. Homogenkan dan bungkus dengan kertas pembungkus.
7. Inkubasi semua piaraan pada suhu 370C selama 2 x 24 jam.
8. Amati piaraan itu setiap 24 jam. Apabila timbul gas dalam 24 jam menunjukkan uji positif dan apabila dalam 24 jam belum timbul gas dilanjutkan sampai dengan 2 x 24 jam. Apabila setelah 2 x 24 jam tidak terbentuk gas maka uji ini dikatakan hasilnya negatif yang berarti pula bahwa makanan atau minuman tidak tercemar coliform.

Uji Penegasan :
1. Aseptiskan tangan, alat dan tempat kerja.
2. Ambil tabung yang positif (adanya gelembung gas yang tertangkap oleh tabung durham) maupun yang meragukan.
3. Inokulasikan dengan jarum ose dari kelompok tabung 1/LBDS yang positif ke kelompok tabung 1/BGLB.
4. Inokulasikan dengan jarum ose dari kelompok tabung 2/LBSS yang positif ke kelompok tabung 2/BGLB.
5. Inokulasikan dengan jarum ose dari kelompok tabung 3/LBSS yang positif ke kelompok tabung 3/BGLB.
6. Homogenkan dan bungkus dengan kertas pembungkus.
7. Inkubasi semua piaraan pada suhu 370C selama 2 x 24 jam.
8. Amati piaraan itu setiap 24 jam. Apabila timbul gas dalam 24 jam menunjukkan uji positif dan apabila dalam 24 jam belum timbul gas dilanjutkan sampai dengan 2 x 24 jam. Apabila setelah 2 x 24 jam tidak terbentuk gas maka uji ini dikatakan hasilnya negatif yang berarti pula bahwa makanan atau minuman tidak tercemar coliform.
9. Catat angka kombinasi MPN dan MPN tabelnya.
10. Masukkan ke dalam rumus MPN sebenarnya.

MPN sebenarnya = MPN tabel x 1/faktor pengenceran n dari tabung tengah

Briket Arang dari Daun Tebu

Briket Arang dari daun tebu.


Pembuatan Briket Arang dari Daun Tebu dan Pemanfaatannya (Charchoal Sugarcane Trash)


A. Pengantar

Bahan bakar merupakan kebutuhan primer setiap warga ,namun seiring dengan globalisasi bahan bakar harganya semakin tak terjangkau oleh masyarakat, sementara disekitar habitat banyak limbah yang potensial untuk ditingkatkan nilainya menjadi bahan bakar yang nilai kalornya tidak jauh berbeda dari bahan bakar fosil.
Limbah yang seolah-olah tak mempunyai nilai ekonomi tersebut apabila diberi sentuhan teknologi sederhana akan diperoleh bahan bakar alternatip dengan harga murah dan terbarukan.
Sampah daun-daunan , potongan kayu , dan sampah rumah tangga lain dapat ditingkatkan nilainya, dengan cara memberi sentuhan teknologi sederhana akan diperoleh bahan bakar alternatip.
Bagi interpreneur keadaan ini merupakan suatu peluang untuk menciptakan teknologi tepat guna yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga suatu penghematan devisa negara dalam penyediaan bahan bakar dan merupakan energi alternatif (energi terbarukan).
Salah satu cara pemanfaatan limbah daun tebu adalah dengan mengolah limbah tersebut menjadi arang briket dengan proses pirolisis seperti yang dilakukan di negara India.

B. Pembuatan Arang Daun Tebu Kering

1. Bahan : Limbah daun tebu yang telah kering
2. Alat : a. Drum tempat pembakaran
b. Drum penyanggah
c. Kontainer daun kering (proses pirolisis) dengan tutup yang berlubang dan di bawahnya terdapat 2 buah handel pengangkat.
d. Tutup drum pembakaran yang mempunyai cerobong asap
3. Prosedur:

1. Atur drum pembakaran ditempat yang rata tidak jauh dari bahan dan tempatkan drum penyanggah ditengah-tengah drum pembakaran.
2. Letakkan drum penyanggah pada bagian dalam drum burner case tempatkan drum penyanggah ditengah-tengah drum pembakaran.
3. Masukkkan daun tebu kering kedalam drum burner case sampai menutupi drum penyanggah.
4. Isi kontainer sampai penuh kalau perlu padatkan, pasang tutup kemudian kunci kontainer agar isinya tidak berantakan.
5. Atur kontainer di dalam drum pembakaran .
Pasang tutup dan kunci dengan pengikat kawat.
6. Lakukan penyalaan awal pada burner case
7. Amati proses pembakaran untuk meyakinkan proses pembakaran berjalan baik
8. Usahakan proses pembakaran berjalan lancar
9. Setelah daun tebu diluar kontainer habis terbakar, buka tutup dan siram dengan air kontainer, untuk memperoleh proses pendinginan yang lebih cepat dan menjaga agar daun tebu dalam kontainer tidak terbakar lebih lanjut.
10. Keluarkan kontainer dari burner case untuk mengambil hasil arang tebu.
11. Hasil pyrolisis daun tebu
12. Kumpulkan arang hasil pyrolisis kedalam tampungan.
13. Kumpulkan hasil arang tebu pada tempat yang disediakan
14. Buat adonan lem dari pati untuk proses pembuatan briket
15. Buat adonan arang daun tebu dengan mencapurkan lem pati dan arang daun tebu.
16. Masukkan adonan kedalam pencetak

a. Pencetak mekanik pembuat briket dengan tenaga mesin.
b. Pembuatan briket secara manual
17. Keringkan briket basah dengan sinar matahari.

4. Penggunaan briket daun tebu:

1. Briket bentuk lain diletakkan pada tungku.
2. Penyalaan awal
3. Kompor mulai membara siap dipakai
4. Pemasangan casing kompor untuk memperkecil heat loses
5. Heat loses terpasang
6. Pemasangan head cover case, proses pemasakan dengan briket daun tebu dimulai
7. Kesimpulan

☼ Dengan sedikit penanganan semua limbah organik dapat digunakan sebagai energi alternatif yang terbarukan
☼ Sosialisasi peningkatan nilai tambah kepada khalayak sangat diperlukan, untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Ilmu Kesehatan Lingkungan

Usap alat pada makanan dan minuman

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Dalam penyehatan makanan dan minuman, kebersihan alat makan merupakan bagian yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas makanan dan minuman. Alat makan yang tidak dicuci dengan bersih dapat menyebabkan organisme atau bibit penyakit yang tertinggal akan berkembang biak dan mencemari makanan yang akan diletakkan di atasnya.
Angka kuman dan adanya bakteri coli pada permukaan alat makan yang telah dicuci dapat diketahui dengan melakukan uji dengan cara usap alat makan pada permukaan alat makan.
Uji sanitasi alat makan atau alat masak perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kebersihan alat tersebut. Sehingga melalui uji sanitasi alat tersebut, petugas inspeksi dari dinas kesehatan dapat menetapkan apakan alat makan tersebut sudah layak digunakan atau belum.

b. Landasan Teori
Semua alat makan yang mempunyai peluang bersentuhan dengan makanan harus selalu dijaga dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa makanan yang tertinggal pada bagian-bagian alat makan tersebut. Apabila hal tersebut dibiarkan, akan memberi kesempatan kuman yang tidak dikehendaki untuk berkembang biak dan membusukkan makanan. (Winarno, 1993)
Menurut ketentuan Direktur Jenderal PPM & PLP, inspeksi atau uji sanitasi alat makan atau alat masak perlu dilakukan pada tempat – tempat pengolahan makanan dan sampel sebaiknya diambil dari lima jenis alat makan atau alat masak yang ada, yaitu :
1. sendok
2. gelas
3. piring
4. mangkok
5. panci, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan uji sanitasi alat makan atau alat masak hendaknya memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Untuk cangkir atau gelas uji usap dilakukan pada permukaan luar dan dalam bagian bibir yang terkena atau biasanya bersinggungan langsung dengan konsumen.
2. Pada permukaan bagian luar dan dalam cekungan sendok atau garpu.
3. Untuk piring, uji usap dilakukan pada permukaan dalam tempat makan. Biasanya luas piring dibagi menjadi empat bagian dan pengusapan diakukan dengan mengusap dua juring yang saling berhadapan.
4. Setiap satu alat makan menggunakan satu swab.

Alat makan yang kurang bersih dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit. Penyakit tersebut dapat berupa infeksi saluran pernafasan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar alat makan yang akan dipakai harus memenuhi syarat kesehatan. (Surasri, 1989)

BAB II
PELAKSANAAN

a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum usap alat makan adalah sebagai berikut :
1. Lidi berkapas / swab
2. Bunsen
3. Termos
4. Sampel alat makan yaitu sendok
5. Cawan Petri steril
6. Pipet ukur 5 ml steril
7. Kapas, karet, label, korek api, kertas payung

b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum usap alat makan adalah sebagai berikut :
1. Media NA steril
2. Media transport yang berupa larutan buffer fosfat 5 ml dalam tabung reaksi
3. Alkohol

c. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum usap alat makan adalah sebagai berikut :
1. Alat dan bahan yang ingin dipakai disiapkan.
2. Alat makan atau masak yang diperiksa masing-masing diambil 4-5 buah secara acak.
3. Swab steril diambil kemudian tutup tabung dibuka dan swab dimasukkan ke dalam media transport.
4. Swab dikeringkan dengan cara ditekan ke dinding tabung agar tidak terlalu basah (sampai tidak menetes lagi).
5. Swab diusapkan pada alat makan yang akan diperiksa yaitu sendok dengan mengusap permukaandalam tempat makanan diletakkan.
6. Setelah disapukan segera dimasukkan ke dalam tabung berisi media transport dan dikocok, pekerjaan diulangi sampai 3 kali.
7. Tangkai swab yang terpegang dipatahkan dan tabung dikocok.
8. Piaraan tuangan dibuat dengan mengambil suspensi masing-masing 1 ml dan 0,1 ml dan diinkubasikan dalam suhu 350C selama 2 x 24 jam dan koloni yang tumbuh dihitung pada media untuk tiap-tiap cm2.
9. Rumus :

Keterangan :
p = luas yang diusap
q = seluruh luas alat makan atau minum

d. Tujuan
Praktikum usap alat makan bertujuan untuk mengetahui jumlah jasad renik pada alat makan.

BAB III
HASIL PEMERIKSAAN

Dari hasil praktikum usap alat makan, setelah pemeriksaan selama 2 x 24 jam memperoleh hasil sebagai berikut :
Jumlah koloni pada suspensi 0,1 ml : 10 koloni → pengenceran 10 kali
Jumlah koloni pada suspensi 1 ml : 50 koloni.
Volume media transport : 5 ml.
p (luas yang diusap) : ½ π r2
q (luas alat makan/minum) : π r2

Untuk perhitungannya adalah sebagi berikut :
Jumlah koloni = (10 x 10) + 50 x ½ x 5 = 187,5 koloni /cm2
2
Jadi, jumlah koloni yang ada pada sampel alat makan yang diperiksa yaitu pada sendok adalah sebanyak 187,5 koloni per cm2 → melebihi nilai ambang batas yaitu 100 koloni per cm2 (belum memenuhi syarat standart kesehatan pada alat makan).






BAB IV
PEMBAHASAN

Peralatan makan yang higienis penting untuk mencegah pencemaran dan menjaga keamanan makanan. Semua peralatan yang kontak dengan makan harus halus, bebas dari bopeng, retak dan bersisik, tidak beracun, tidak berpengaruh terhadap terhadap produk makanan dan mampu menahan gosokan berulang pada waktu pencucian.
Peralatan harus dirancang dan dibuat untuk menjaga higiene dan mencegah bahaya kimia dan memudahkan dalam pembersihannya. Untuk mencegah kontaminasi kepada pada makanan, maka semua peralatan harus dibersihkan secara rutin seperlunya dan dilakukan desinfeksi bila diperlukan.
Menurut Depkes RI (1988), seperti dikutip dalam skripsi Patoni (1995), alat makan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat bahan alat makan. Alat makan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh terbuat dari bahan-bahan yang mengandung racun.
2. Syarat konstruksi alat makan. Alat makan harus utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan.
3. Syarat kebersihan. syarat kebersihan alat makan ada 2, yaitu :
a. Angka Escherichia coli harus negatif.
b. Jumlah kuman maksimum 100 koloni /cm2 permukaaan alat makan.

Penentuan banyaknya kuman dalam suatu peralatan, dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana peralatan itu tercemar untuk kuman. Dengan mengetahui jumlah kuman pada suatu peralatan, maka kualitas peralatan dapat diketahui. Peralatan masih dapat dikatakan memenuhi syarat kebersihan, apabila kuman yang terdapat pada peralatan tersebut masih di bawah standart yang ditentukan oleh suatu lembaga.
Jumlah kuman pada suatu peralatan dapat dihitung dengan berbagai cara, tetapi secara garis besar jumlah kuman dapat dihitung dengan 2 cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Perhitungan secara langsung dapat diketahui berapa jumlah kuman pada saat dilakukan perhitungan, dan jumlah kuman yang dihitung adalah seluruh jumlah kuman baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sedangkan perhitungan secara tidak langsung yaitu untuk megetahui jumlah kuman yang masih hidup, dan perhitungan dilakukan setelah ada perlakuan terlebih dahulu terhadap sampel. Salah satu cara perhitungan secara tidak langsung adalah Total Plate Count (TPC).
Cara TPC ini mempunyai kelemahan yaitu beberapa sel kuman yang tumbuh berdekatan hanya terhitung satu sel, padahal kemungkinan merupakan kumpulan sel atau koloni yang berasal dari beberapa sel. Untuk mengurangi adanya kesalahan dalam menentukan jumlah kuman yaitu digunakan aturan yang disebut Standart Plate Count (SPC). Dalam SPC menurut aturan-aturan antara lain untuk memilih cawan petri pada masing-masing pengenceran yang menunjukkan pertumbuhan koloni antara 30-300 koloni. Standart maksimum yang digunakan alat makan adalah 100 koloni / cm2. jika lebih dari 100, maka melebihi ambang batas dan tidak memenuhi syarat.
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan sampel jumlah kuman pada sendok dilakukan dengan cara sapuan atau swab, dengan satu kali usapan. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada alat makan sendok dengan menggunakan metode usap/swab ini, maka didapatkan dari hasil perhitungan jumlah koloni per cm2 yaitu sebanyak 187,5 koloni per cm2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alat makan tersebut tidak memenuhi persyaratan standart kesehatan mengenai sanitasi alat makan. Hal ini dikarenakan jumlah koloni yang didapatkan pada sampel (sendok) sudah melebihi niai ambang batas yaitu 100 koloni per cm2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kuman pada alat makan, yaitu :
1. Bahan pencuci,
2. Kualitas air pencuci,
3. Cara pencucian,
4. Adanya sumber pencemaran kuman dan arah angin,
5. Kondisi ruang penyimpanan, debu di udara dan kelembaban ruangan,
6. Adanya sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruang penirisan/ penyimpanan,
7. Kondisi rak penyimpanan.
(Saksono, 1986)






BAB V
PENUTUP

1. Dari hasil praktikum, dapat diketahui bahwa pencucian alat makan pada sampel (sendok) masih belum memenuhi standar karena masih dijumpai koloni kuman sebanyak 187,5 koloni /cm2. Angka tersebut sudah terlalu besar dan peralatan tersebut belum layak untuk digunakan dalam penyajian makanan bagi konsumen.
2. Angka koloni tersebut dapat diminimalisir dengan mengadakan pencucian ulang dengan menggunakan detergen ditambah dengan jeruk nipis dan abu gosok, dimana pada suatu penelitian mahasiswa telah membuktikan bahwa penggunaan abu gosok dan jeruk nipis efektif mengurangi jumlah koloni kuman sehingga alat makan akan lebih bersih dan layak untuk digunakan.







DAFTAR PUSTAKA

Patoni. 1995. Skripsi Pengaruh Jumlah Piring dalam Perendaman dengan Kaporit 100 ppm Selama Dua Menit pada Bak Pencucian Volume 20 Liter Terhadap Jumlah Kuman di RSU Banyumas Tahun 1995. Tidak Dipublikasikan, Purwokerto.

Saksono, Lukman. 1986. Pengantar Sanitasi Makanan. Penerbit Alumni, Bandung.

Surasri, Siti. 1989. Prinsip Sanitasi Makanan. Pusdiknakes RI, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anova Satu Arah (One Way ANova)

Sebelumnya telah diposting sebuah artikel tentang uji t yang digunakan untuk membandingkan dua buah mean. Dalam beberapa kasus, peneliti dituntut untuk membandingkan populasi lebih dari 2 mean. Disisi lain, sangat tidak dianjurkan menggunakan uji t (untuk uji beda lebih dari dua mean). Alasannya selain tidak efektif akibat melakukan pengujian berulang ulang kali, juga karena dapat menyebabkan meningkatnya peluang kesalahan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ANOVA (Analisis of Variance) atau sering juga diistilahkan sebagai uji sidik ragam, dikembangkan oleh Ronald Fisher. Prinsip pengujiannya adalah menganalisis variabilitas atau keragaman data menjadi dua sumber variasi, yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama maka rata-rata yang dihasilkan tidak ada perbedaan, sebaliknya bila hasil perbandingan kedua varian tersebut menghasilkan nilai lebih dari 1, maka rata-rata yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Beberapa asumsi dasar yang mesti dipenuhi pada uji ANOVA adalah:
(a) Data sampel yang digunakan berdistribusi normal atau dianggap normal,
(b) Populasi tersebut memiliki varian yang homogen,
(c) Sampel tidak berhubungan satu dengan lain (independen), sehingga uji ANOVA tidak bisa digunakan untuk sampel berpasangan (paired).
Terdapat beberapa jenis ANOVA, yaitu: ANOVA satu jalur (one way ANOVA) dan ANOVA dua jalur (two way ANOVA). One way ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata k sampel, bila pada setiap sampel hanya terdiri atas satu kategori. Sedang two way ANOVAdigunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata k sampel bila peneliti melakukan kategorisasi terhadap sampel.
Unuk lebih jelasnya, peharikan contoh berikut. Misalkan peneliti ingin membandingkan produktivitas tanaman padi pada Varietas A, B, C dan D, maka dapat digunakan ANOVA satu jalur. Sedang bila sampel tersebut dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat kesuburan tanahnya, maka digunakan ANOVA dua jalur (two way ANOVA).
Fokus pembahasan kali ini adalah tentang uji ANOVA satu jalur (one way ANOVA), sedang untuk two way ANOVA, INSYAALLAH akan dibahas pada artikel berikutnya.
ANOVA satu jalur(One Way Anova) menggunakan prinsip perhitungan yang sangat sederhana, dalam analis ini, variance total hanya dibagi atas: Variance antar perlakuan (between), dan variasi dalam perlakuan (within)/variance error.
Berikut adalah langkah-langkah dalam perhitungan ANOVA satu jalur:
(a) Tentukan k atau banyaknya perlakuan,
(b) Tentukan n atau banyaknya sampel,
(c) Hitung jumlah kuadrat total dengan rumus:
(d) Hitung jumlah kuadrat perlakuan dengan rumus:
(e) Cari harga F-Hitung dengan menggunakan rumus yang tertera pada tabel berikut,
(f) Cari harga F tabel dengan mempertimbangkan (1) tingkat signifikansi (α), (2) df antar perlakuan, dan (3) df dalam perlakuan,
(g) Bandingkan harga F Hitung dengan F tabel,
  1. Bila F Hitung < F tabel, maka Ho diterima, yang berarti rata-rata kedua perlakuan tidak berbeda secara signifikan,
  2. Bila F Hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti rata-rata kedua perlakuan berbeda secara signifikan.
Untuk lebih jelasnya, lihat contoh kasus berikut:
Seorang peneliti ingin membandingkan, penggunaan Varietas A, B, C dan D terhadap produktivitas tanaman padi. Maka peneliti tersebut melakukan percobaan dengan desain Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design). Tampilan denah dan hasil dapat dilihat seperti berikut:
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara perlakuan, maka dilakukan uji ANOVA satu jalur dengan menggunakan perhitungan yang langkah-langkahnya telah mudahditerangkan sebelumnya.
Pengerjaan perhitungan tersebut dapat lebih mudah diselesaikan dengan menggunakan aplikasi program Microsoft Excel. Untuk mengetahui langkah-langkahnya silahkan tonton video berikut, anda juga dapat mendownload file latihan yang digunakan sebagai sampel dalam video tutorial tersebut, melalui link yang disediakan dibawah:

Hasil perhitungan menggunakan program Microsoft Excel dapat dilihat pada tabel berikut:
Karena nilai F Hitung (7,25) lebih besar dari nilai F tabel (2,85), maka Ho ditolak, sehingga konsekuensinya adalah hipotesis alternatif atau H1 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan varietas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas tanaman.
Terakhir, yang perlu diperhatikan adalah: uji ANOVA hanya memberikan indikasi tentang ada tidaknya beda antar rata-rata populasi. sehingga bila uji dinyatakan berbeda secara signifikan, berarti secara keseluruhan, ada perbedaan. Akan tetapi, belum tentu mengindikasikan adanya perbedaan antara Varietas A dan B, atau A dan C, dan sebagainya.
Sehingga bila ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan antara tiap individu populasi, maka mesti dilakukan uji lanjut berupa: LSD atau sering diistilahkan dengan BNT, Uji Tukey HSD atau sering diistilahkan dengan BNJ, Uji Duncan, Uji Dunnet, dsb.